Ketika Anak-anak ikut Buharti
“Buuuu, besok pagi jadi ya….? Kalau putih-putih boleh nggak bu?”, terdengar suara teriakan anak-anak dari halaman rumah. Bergegas saya keluar dari rumah, menemui mereka.
Antusiasme persiapan Buharti
Rupanya teriakan anak-anak tersebut tentang baju apa yang akan dipakai saat pengamatan burung liar di hari batik (Buharti) di awal Oktober lalu (2/10/16). Saking antusiasnya dengan pengamatan burung liar, sesuatu yang belum pernah dikenal sebelumnya, anak-anak tidak ingin saltum alias salah kostum. Sehingga mereka kembali datang untuk memastikan.
Mumpung anak-anak berkumpul, anak kami mengambilkan selembar kertas yang berisi foto-foto burung dan menunjukkan ke teman-temannya yang berkumpul. Tak lain maksudnya untuk mengetahui jenis burung apa saja yang sudah pernah dilihat anak-anak.
“Gereja, kutilang, tekukur…..” seru anak-anak, mengenali beberapa burung dari foto yang ditunjukkan.
“Kalau begitu besok pagi kita lihat ya, ada burung apa saja di sekitar sini. Lalu kita catat sama-sama.” ujar saya menutup obrolan siang itu.
Esok hari pengamatan akan dilakukan di sekitar tempat tinggal kami di bilangan Penggilingan, Jakarta Timur. Anak-anak sejatinya terhubung dengan apa yang ada di lingkungan terdekatnya dan kami memilih merayakan keterhubungan ini dengan Buharti.
Pengamatan nan seru
Matahari belum muncul sempurna ketika rombongan anak-anak datang sekitar pukul 5.30 WIB. Sandi, peserta terkecil, yang awalnya sudah memutuskan tidak akan ikut dengan alasan sulit bangun pagi, tampak berjalan penuh semangat bersama yang lain.
Warna-warni baju batik yang dikenakan, menandai asal sekolah yang bervariasi. Anak-anak memang sudah cerita sebelumnya kalau mereka tidak punya baju batik, selain baju seragam sekolah. Tiga anak yang belum sekolah, putus sekolah, dan memilih belajar mandiri terlihat berbeda dengan baju batik bebasnya. Seluruhnya ada 12 anak, berusia 6 hingga 12 tahun, siap memulai pengamatan.
Anak-anak dibagi menjadi tiga kelompok, masing-masing mendapat lembar panduan berisi foto-foto burung. Lalu tiap kelompok diminta memilih salah satu nama burung di lembar panduan sebagai nama kelompok. Pilihan nama kelompok jatuh pada Cabai Jawa, Elang-ular Bido, dan Raja-udang Meningting.
Seekor Burunggereja Erasia yang sedang bertengger di pinggiran atap rumah adalah burung pertama yang terlihat oleh anak-anak. Setelah berjalan sekitar lima menit, anak-anak melihat dua ekor Cucak Kutilang terbang berkejaran dan hinggap di pohon mati. Sehingga mereka dapat mengamati dengan jelas jambul dan tungging kuning yang menjadi ciri khas Cucak Kutilang.
Belum jauh melangkah, tampak seekor Tekukur Biasa hinggap di puncak atap rumah. Ketika sampai di dekat sebuah pohon besar, anak-anak mendengar ramai kicauan burung. Setelah diamati ternyata ada beberapa ekor Cucak Kutilang yang berpindah-pindah dari ranting ke ranting.
Lalu dua ekor Bondol Haji tampak bertengger di rumpun bambu yang membatasi perumahan dengan kontrakan tempat tinggal anak-anak. Anak-anak juga melihat dan dapat mengidentifikasi seekor Cabai Jawa betina yang sedang hinggap di pohon randu dengan bantuan kamera digital. Tak berapa jauh dari pohon randu, anak-anak melihat seekor burung Kacamata Biasa sedang berpindah-pindah di pohon mahoni.
Walet Linchi yang terbang tak beraturan dengan mudah terlihat oleh anak-anak. Seekor Layanglayang Batu sempat hinggap di aspal, sebelum terbang menjauh dengan cepat. Sementara di ketinggian anak-anak melihat seekor Kapinis Rumah.
Belajar mencatat
Sambil berjalan, anak-anak juga belajar mencatat hasil pengamatan. Di luar dugaan mereka antusias sekali mencatat.
“Buuu, itu burung gereja ada lima, dicatat lagi nggak?” tanya anak-anak sambil menunjuk ke arah rumput alang-alang di kavling tanah yang belum dibangun. Ada banyak sekali burung gereja yang ditemui, hingga akhirnya mereka putuskan berhenti mencatatnya.
Ada 20 kali pertemuan dengan burung rupanya yang dicatat anak-anak. Burunggereja Erasia, Cucak Kutilang, dan Tekukur Biasa terlihat lebih dari sekali oleh anak-anak. Sementara selebihnya masing-masing hanya sekali.
Diskusi hasil pengamatan
Buharti diakhiri dengan diskusi hasil pengamatan dipandu Desy Triana (Kak Eci). Anak-anak dengan semangat bercerita apa saja burung yang ditemui kepada Kak Eci yang tidak sempat ikut pengamatan. Ada sembilan jenis burung yang ditemui anak-anak hari ini. Tidak banyak dan jenisnya pun tidak spesial, tapi bagi anak-anak ini adalah pintu mengenal 1.600-an jenis burung yang ada di Indonesia.
Penulis : Shanty Sharil
Tulisan merupakan hasil lomba penulisan populer 2016