Menjelajah Kawasan Konservasi di Bagian Selatan Sukabumi

Awal bulan Maret tahun 2016, saya bersama dengan tiga orang teman dari jurusan Biologi berkesempatan untuk menjelajah ke Suaka Margasatwa Cikepuh di Sukabumi, Jawa Barat. Jika mendengar kata Sukabumi, mungkin sebagian orang akan lebih tau tentang Taman Nasional Gunung Halimun Salak sebagai kawasan konservasi flora maupun fauna. Namun tidak banyak orang yang mengetahui tentang keberadaan Suaka Margasatwa Cikepuh yang berlokasi di Sukabumi bagian selatan ini. Suaka Margasatwa Cikepuh ini merupakan kawasan konservasi penyu sehingga lokasi hutannya berbatasan langsung dengan pantai selatan pulau Jawa. Lokasinya memang cukup jauh karena berjarak sekitar 150 km dari pusat kota Sukabumi, namun perjalanan jauh yang kami tempuh tidak memadamkan semangat untuk melakukan penjelajahan di kawasan konservasi tersebut.

Perjalanan kami pagi itu diawali dari kampus FMIPA Universitas Indonesia, Depok sekitar pukul 09.00 WIB. Usai berpamitan dengan beberapa teman dan dosen pembimbing kami, mobil melaju dengan kencang menuju Kabupaten Sukabumi. Anggota tim kami yaitu Avif, Eman, Rifqa dan saya sendiri. Fokus objek yang diamati untuk penelitian kami adalah burung karena memang sejak dari semester awal kuliah kami memiliki ketertarikan tersendiri pada kelompok fauna itu. Selama di Cikepuh, kami tinggal di salah satu rumah jagawana senior yang sudah lama bekerja disana. Pengamatan dilakukan pada 6 jalur yang berbeda, 3 jalur perkebunan dan 3 jalur hutan. Jalur perkebunan merupakan kawasan perbatasan antara hutan dan pemukiman warga. Setiap pagi berbekal binokuler, kamera, lembar pengamatan dan tentunya makan siang kami melangkah menuju jalur pengamatan. Tim kami dibagi 2 kelompok setiap harinya, hal ini bertujuan agar pengamatan berjalan lebih efektif sehingga didapatkan data dengan pengulangan yang cukup. Selama melakukan pengamatan, masing-masing tim juga didampingi oleh jagawana hutan yang telah berpengalaman.

Secara umum, wilayah jalur perkebunan ditumbuhi oleh pohon jati dan pohon kelapa. Perkebunan jati merupakan kawasan konservasi milik suaka margasatwa, sedangkan perkebunan kelapa merupakan kebun milik warga. Keunikan jika memasuki perkebunan jati adalah kita akan menemukan banyak gerombolan sapi-sapi yang diikat pada pepohonan jati. Menurut cerita jagawana, ternyata sapi-sapi itu adalah peliharaan milik warga yang memang sengaja ditinggalkan oleh pemiliknya. Selanjutnya perkebunan kelapa di Cikepuh memiliki keunikan yaitu di bagian bawahnya merupakan ladang yang digunakan untuk menanam padi. Sehingga apabila melakukan pengamatan di perkebunan kelapa, kami harus melewati dan kadang tak sengaja menginjak padi milik petani disana. Memasuki wilayah hutan Cikepuh, kami dapat menjumpai berbagai spesies tanaman yang menyusun strata hutan tersebut, diantaranya spesies Microcos tomentosa, Ficus variegata, Actinophora fragrans, Arthocarpus elastica, Macaranga sp. dan spesies yang lainnya. Vegetasi kawasan Suaka Margasatwa Cikepuh ini memang tidak terlalu rapat, selain itu beberapa tahun belakangan juga kerap terjadi kebakaran hutan di kawasan ini. Bahkan kabarnya di bagian tengah kawasan, terdapat berhektar-hektar hutan yang kini berubah menjadi semak belukar akibat adanya kebakaran hutan.

Di balik mirisnya kondisi vegetasi hutan Cikepuh, ternyata disana masih menjadi habitat bagi berbagai macam spesies burung. Mulai dari burung yang umum dijumpai yaitu Cinnyris jugularis, Pycnonotus goiavier, Dicaeum trochileum, Orthotomus sutorius, Spilopelia chinensis hingga burung yang hanya bisa ditemui di kawasan hutan seperti Phaenicophaeus curvirostris, Centropus bengalensis, Eurystomus orientalis, Megalaima javensis, Pitta guajana, Dicrurus macrocercus, Irena puella dan burung-burung lainnya. Total sekitar 70 spesies burung yang dapat kami identifikasi di 6 jalur pengamatan yang sudah dilalui. Hal positifnya, dari 70 spesies tersebut tidak dijumpai spesies yang memiliki status konservasi rentan ataupun terancam punah. Sehingga dapat dikatakan spesies-spesies tersebut populasinya masih dalam kondisi baik dan terjaga kelimpahannya.

Hal yang menarik dari pengamatan di Cikepuh adalah, di kawasan ini banyak dijumpai Centropus bengalensis atau bubut alang-alang baik di jalur perkebunan maupun jalur hutan. Bubut alang-alang adalah spesies yang memiliki daerah persebaran di Sumatera, Kalimantan, Jawa dan Bali. Ukuran tubuhnya sekitar 42 cm dengan warna bulu hitam mulai dari kepala hingga ekor, namun di bagian sayap berwarna coklat muda. Burung ini adalah burung insectivor yang menyukai serangga seperti belalang, jangkrik, kumbang dan serangga lainnya. Keberadaan bubut alang-alang ini tentunya tak lepas dari habitat dan kelimpahan makanan yang cukup untuk menunjang populasinya. Di sekitar jalur pengamatan juga banyak terdapat semak belukar yang menjadi sarang bagi individu-individu bubut tersebut.

Spesies lain yang membuat saya penasaran adalah sang Pitta guajana atau yang memiliki nama lain paok pancawarna. Sebenarnya bukan pertama kali saya berjumpa sengan spesies yang satu ini, dua tahun yang lalu sekitar pertengahan tahun 2014 saya pertama kali melihat sang paok di Taman Nasional Baluran, Jawa Timur dan tahun 2015 lalu saya juga berjumpa dengannya di Taman Nasional Ujung Kulon, Jawa Barat. Hal yang menarik dari paok pancawarna ini adalah tingkat sensitivitasnya yang cukup tinggi. Seperti yang kita tau bahwa paok adalah burung yang hidup di lantai hutan. Oleh karena itu cukup sulit untuk melihat burung ini secara visual karena pergerakannya yang cepat dan bersembunyi di semak-semak. Selain itu, suara burung ini juga cukup khas dan bisa dibedakan dengan spesies yang lain, namun ketika kita mendekati ke sumber suara maka suara tersebut langsung berhenti. Selama pengamatan di Cikepuh, kami menemukan belasan individu paok di berbagai jalur. Dari semua penemuan itu, hanya satu individu yang dapat saya lihat secara visual dan itupun hanya beberapa detik saja.

Selain menjumpai burung-burung hutan yang unik, di jalur perkebunan kami juga menemukan burung-burung yang berperan penting dalam memberikan jasa lingkungan atau ecosystem service. Pada jalur perkebunan kelapa, kami menjumpai banyak Anthreptes malacensis dan Cinnyris jugularis yang membantu dalam penyerbukan bunga tanaman kelapa. Adanya burung madu sebagai polinator sangat dibutuhkan di kawasan ini agar membantu mempercepat proses penyerbukan bunga sehingga produktivitas tanaman menjadi lebih optimal. Sedangkan di kawasan perkebunan jati, kami banyak menjumpai Pycnonotus goiavier dan Pycnonotus aurigaster sedang memakan buah dari tanaman jati. Kedua spesies tersebut merupakan spesies frugivor yang menjadikan buah sebagai sumber makanan utama. Hal tersebut menunjukkan bahwa genus Pycnonotus dapat menjadi seed dispersal yang membantu penyebaran biji tanaman jati sehingga dapat mempertahankan populasinya di alam.

Kegiatan penjelajahan di Suaka Margasatwa Cikepuh ini telah memberikan banyak pelajaran bagi saya. Walaupun terjadi berbagai ancaman seperti kebakaran hutan, hewan-hewan ternak, penebangan dan perburuan liar, namun Suaka Margasatwa Cikepuh masih menjadi habitat yang diperlukan bagi puluhan bahkan ratusan spesies burung. Oleh karena itu, kelestarian kawasan ini harus tetap dipertahankan agar keberadaan fauna di dalamnya tetap terjaga.

 

Penulis: Roliska Virgo Dinanti

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *